Belajar di Rumah Kelas 1
🔽 Mengamati
Perhatikan video bertemakan Menghormati Rohaniwan di bawah ini
Mereka adalah Bhikkhu dan umat Buddha
Mereka membimbing dan mengajarkan Dharma
Aku menghormati mereka
Kelas 2 Belajar di Rumah
Pelajaran 3 Kasih Sayang di Keluarga
👍 Mengamati
Kasih sayang berarti memberikan rasa sayang.
Kasih sayang dalam agama Buddha disebut karuna.
Memberikan kasih sayang berarti membantu meringankan penderitaan orang lain.
Kasih sayang membuat orang lain menjadi senang dan tenang.
Setiap orang memiliki kasih sayang dan membutuhkan kasih sayang.
Contoh sifat kasih sayang adalah menolong dan membantu orang lain.
Pernahkah kamu mengalami kesulitan mengerjakan PR?
Saat itu kamu membutuhkan kasih sayang orang lain untuk membantu mengerjakan PR.
Pernahkan melihat teman kamu bersedih?
Saat itu ia membutuhkan kasih sayang dari orang lain.
Saat itu kamu harus memberikan kasih sayang dengan menghiburnya agar dia menjadi senang.
Jika kamu menyayangi orang lain, maka orang lain akan menyayangimu.
👍 Menanya
👍 Mengumpulkan Data
👍 Mengolah Data
"Hendaknya meninggalkan kemarahan dan kesombongan. hendaknya mengatasi semua belenggu. Ia yang tak melekat pada batin dan badan, yang tak memiliki apa pun, suka tak mengikutinya."
Dhammapada 221
Pembelajaran Daring
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
Kelas 3 Semester Ganjil 2020/2021
😎 Mengamati
😎 Menanya
Setelah amati
video yang sudah dijelaskan dan baca cerita tentang Keterampilan Pangeran Siddharta dengan cermat kemudian ungkapkan pendapat serta pertanyaanmu hubungan kedua cerita diatas!
Pendapatku:
1. ......................................
Pembelajaran 2.2 Tiga kolam teratai
Tugas Belajar di Rumah
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
Kelas 2 Semester Ganjil 2020/2021
😎 Mengamati
Tiga Kolam Teratai
Raja Suddhodana sangat menyayangi Pangeran Siddharta.
Raja Suddhodana tidak ingin Pangeran Siddharta meninggalkan istana dan menjadi pertapa. Raja Suddhodana ingin Pangeran Siddharta kelak menggantikannya menjadi raja di Kerajaan Kapilavasthu.
Raja Suddhodana membuat Pangeran Siddharta senang di istana. Hal ini dilakukan agar Pangeran Siddharta tidak keluar istana dan melihat orang tua, orang sakit, orang mati, dan seorang pertapa. Raja memerintahkan pelayan istana untuk menjaga dan melayani Pangeran Siddharta dengan baik. Pada usia tujuh tahun Pangeran Siddharta dibuatkan taman bermain yang luas. Taman tersebut dilengkapi dengan tiga buah kolam teratai.
Tiga kolam itu adalah:
1. Kolam teratai biru (uppala)
2. Kolam teratai merah (paduma)
3. Kolam teratai putih (pundarika)
Walaupun dimanjakan oleh orang tuanya, tetapi Pangeran Siddharta tetap menjadi anak yang baik, mandiri, tidak manja, dan tidak sombong. Siddharta tetap hidup sederhana.
"Hendaknya meninggalkan kemarahan dan kesombongan. hendaknya mengatasi semua belenggu. Ia yang tak melekat pada batin dan badan, yang tak memiliki apa pun, suka tak mengikutinya."
Dhammapada 221
Pembelajaran 2.4 Pangeran Siddharta Menjadi Petapa
Tugas Belajar di Rumah
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
Kelas 3 Semester Ganjil 2020/2021
😎 Mengamati
Peristiwa di Sungai Anoma
Demikianlah, mereka bertiga pergi bersama-sama. Berkat kebajikan kumpulan jasa-jasa dan keagungan Pangeran Siddharta, para dewa yang menjaga pintu gerbang kota dengan gembira membiarkan pintu gerbang tersebut tetap terbuka bagi Pangeran untuk keluar. Begitu Pangeran keluar dari pintu gerbang kota bersama Channa, Māra Vasavatta yang tidak senang dan selalu menentang dan menghalangi Pangeran Siddharta untuk melepaskan keduniawian. Māra menahan Pangeran dengan berusaha menipu-Nya untuk memercayai bahwa pencegahan ini adalah demi kebaikan Pangeran sendiri. Dari angkasa, dia mengucapkan:
“O Bodhisattva Pangeran yang sangat bersemangat, jangan pergi melepaskan
keduniawian menjadi petapa. Pada hari ketujuh dari sekarang, Roda Pusaka
Surgawi akan muncul untuk-Mu.” Dia juga menghalang-halangi dengan
mengatakan, “Engkau akan menjadi raja dunia yang memerintah empat benua
besar yang dikelilingi oleh dua ribu pulau kecil. Kembalilah, Yang Mulia!”
Pangeran menjawab, “Siapakah engkau, yang berbicara pada-Ku dan menghalang-halangi-Ku?”
Māra menjawab, “Yang Mulia, aku adalah Māra Vasavatta.”
Kemudian, Bodhisattva menjawab dengan tegas: “O Māra yang sangat kuat. Aku sudah tahu bahkan sebelum engkau katakan, bahwa Roda Pusaka akan muncul untuk-Ku. Namun, Aku sama sekali tidak berkeinginan untuk menjadi raja dunia yang memerintah empat benua. Pergilah engkau, O Māra, dari sini; jangan menghalang-halangi-Ku.”
Lalu, Māra menakut-nakuti Bodhisattva dengan kata-kata berikut, “O kawan, Pangeran Siddharta, ingatlah kata-kata-Mu itu. Mulai saat ini, aku akan membuat-Mu mengenalku dengan baik, ketika pikiran-Mu dipenuhi oleh nafsu-nafsu indria, kebencian, dan kekejaman.” Sejak saat itu, dia selalu mencari-cari peluang untuk menggagalkan Pangeran Siddharta dan siapa pun yang mempunyai keinginan baik.
Pada akhirnya, mereka mencapai tepi Sungai Anomā. Pangeran mengistirahatkan kuda-Nya di tepi sungai dan bertanya kepada Channa, “Apa nama sungai ini?” Ketika dijawab oleh Channa bahwa sungai tersebut adalah Sungai Anomā, Bodhisattva menganggap itu adalah pertanda baik, dan berkata, “Pertapaan-Ku tidak akan gagal, bahkan sebaliknya akan memiliki kualitas yang baik karena Anomā artinya bukan sesuatu yang rendah.” Kemudian, Pangeran menepuk Kanthaka dengan tumit-Nya untuk memberikan aba-aba kepadanya agar menyeberangi sungai, dan Kanthaka melompat ke sisi seberang sungai.
Setelah turun dari punggung kuda, ketika tiba di seberang sungai dan berdiri di atas pasir di tepi sungai, Pangeran menyuruh Channa, “Channa sahabat-Ku, bawalah kuda Kanthaka bersama dengan semua perhiasan-Ku pulang. Aku akan menjadi petapa.” Ketika Channa mengatakan bahwa dia juga ingin melakukan hal yang sama, Bodhisattva melarangnya sampai tiga kali dengan mengatakan, “Engkau tidak boleh menjadi petapa. Channa sahabat-Ku, pulanglah ke kota.” Dia menyerahkan Kanthaka dan semua perhiasan-Nya kepada Channa.
Setelah itu, dengan pedang di tangan kanan-Nya, Pangeran memotong rambut-Nya dan mencengkeramnya bersama mahkota-Nya dengan tangan kiri-Nya. Rambut-Nya yang tersisa sepanjang dua jari mengeriting ke arah kanan dan menempel di kulit kepala-Nya. Sisa rambut itu tetap sepanjang dua jari hingga akhir hidup-Nya meskipun tidak pernah dipotong lagi.
Potongan rambut-Nya kemudian dilemparkan ke angkasa bersama mahkotaNya. Pada waktu itu, Sakka, raja para dewa, melihat rambut Bodhisattva dengan mata-dewanya. Sakka mengambilnya bersama dengan mahkota-Nya dengan menggunakan sebuah peti permata, berukuran satu yojanā, dan membawanya ke Surga Tāvatimsa. Ia kemudian menyimpannya di dalam Cetiya Culamani yang didirikannya dan dihias dengan tujuh jenis batu permata.
Saat itu, datanglah Dewa Brahmā Ghatikāra yang berasal dari alam Sorga Brahma Suddhavasa Akanittha, membawakan delapan perlengkapan, yaitu (1) jubah luar, (2) jubah atas yang disebut ekacci, (3) jubah bawah, (4) ikat pinggang, (5) jarum dan benang, (6) pisau yang digunakan untuk menyerut kayu pembersih gigi, (7) mangkuk dan wadahnya, dan (8) saringan air. Kedelapan perlengkapan itu diserahkan kepada Pangeran Siddharta.
Pangeran Siddharta melemparkan busana-Nya yang lama menggantinya dengan pakaian seorang petapa. Brahma Ghatikara pun mengambil busana yang dilempar tersebut dan membawanya ke alam Sorga Akanittha dan mendirikan sebuah Cetiya berukuran dua belas Yojanā berhiaskan berbagai macam permata tempat ia menyimpan pakaian tersebut dengan penuh hormat. Karena Cetiya itu berisi busana, disebut Cetiya Dussa.