Pembelajaran Seorang Pemburu yang Dimangsa oleh Anjing-anjingnya Sendiri
Tugas Belajar di Rumah
Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti
Kelas 6 Semester Ganjil 2020/2021
Diceritakan pada suatu pagi, seorang pemburu bernama Koka, sedang dalam perjalanan menuju sebuah hutan untuk berburu binatang. Dia membawa busur panah di tangannya, diiringi sekelompok anjing pemburu. Dalam perjalanan menuju hutan dia bertemu seorang bhikkhu yang sedang berjalan menuju desa untuk pindapata. Melihat bhikkhu tersebut, pemburu Koka memendam rasa marah. Sambil melanjutkan perjalanannya, dia berpikir, “Pagi ini saya bertemu orang pembawa ketidakberuntungan, hari ini pasti saya tidak mendapatkan apa-apa”. Setelah selesai ber-pindapata, bhikkhu tersebut pulang kembali ke Viharanya.
Demikian pula pemburu Koka yang telah berkeliling di hutan dan tidak memperoleh satupun binatang buruannya. Nampak kekesalan menyelimuti wajahnya sambil keluar dari hutan, untuk pulang ke rumahnya. Di tengah perjalanan pulang si pemburu bertemu kembali dengan bhikkhu yang dijumpainya sebelum masuk ke hutan. Melihat bhikkhu itu lagi, dia menjadi amat marah dan pikirnya: “Tadi pagi saya bertemu dengan si pembawa ketidakberuntungan ini, lalu saya pergi ke hutan untuk berburu binatang, ternyata saya tidak mendapatkan apa-apa. Sekarang tiba-tiba dia muncul lagi di hadapan saya, kemudian muncullah niat jahatnya dengan menyuruh anjing-anjingnya untuk memakan bhikkhu tersebut”
Pemburu Koka segera memerintahkan anjing-anjingnya untuk menyerang bhikkhu itu. Bhikkhu tersebut memohon belas kasihannya dengan berkata, “Jangan, jangan lepaskan anjing-anjing itu”. Pemburu Koka menjawab: “Hai, Orang pembawa ketidakberuntungan, pagi hari ini saya bertemu denganmu, dan karena kamu pembawa ketidakberuntungan. Saya tidak mendapatkan satu binatang buruan apapun di hutan. Sekarang kamu muncul lagi di hadapan mata saya, biarlah anjing-anjing saya memakanmu, hanya itu yang ingin saya katakan”. Setelah berkata demikian, tanpa banyak bicara lagi pemburu Koka segera melepas anjing-anjingnya dan memerintahkan untuk menyerang bhikkhu tersebut. Bhikkhu tersebut segera berlari karena dikejar-kejar anjing. Akhirnya bhikkhu itu memanjat pohon, dan duduk di cabang pohon. Anjing-anjing itu tetap memburunya, menggonggong dan menggeram-geram di bawah pohon, bersiap-siap untuk menerkam bhikkhu tersebut. Pemburu Koka yang mengikuti anjingnya, berdiri di bawah pohon sambil berkata: “Kamu pikir kamu dapat melepaskan diri dari cengkeraman saya dengan naik ke pohon itu?”.
Belum puas dengan ulah yang dibuatnya, timbullah niat jahat yang lain, dia ingin memanah kaki bhikkhu. Kemudian, pemburu Koka segera memanah kaki bhikkhu yang tergantung itu dengan anak panahnya.
Bhikkhu tersebut sekali lagi memohon: “Jangan panah saya, Saudara”. Pemburu Koka tidak memperdulikan permohonan bhikkhu itu, ia tetap memanah kaki sang bhikkhu itu. Semakin banyak anak panah menembus salah satu kaki sang bikkhu. Kemudian, bhikkhu tersebut menarik kakinya yang terluka, dan membiarkan kaki yang satunyatetap tergantung. Tetapi, anak panah terus menerus menembus kakinya yang masih tergantung. Karena kesakitan, ia lalu menarik kakinya yang masih tergantung ke atas. Pemburu Koka tetap terus memanah kedua kaki bhikkhu tersebut. Akhirnya bhikkhu itu merasakan badannya panas seperti terbakar. Karena ia merasa amat sakit, ia tidak dapat lagi memusatkan pikirannya. Dia tidak tahu dan tidak menyadari ketika jubah yang dikenakannya jatuh. Ternyata jubahnya jatuh menutupi seluruh tubuh Pemburu Koka. “Bhikkhu itu jatuh dari pohon”, pikir anjing-anjing itu. Segera dengan garangnya anjinganjing itu menyerang orang yang berada di bawah jubah, menyeret, merobek-robek dan memakan, yang ternyata majikannya sendiri. Akhirnya, yang tersisa tinggal tulangtulangnya saja. Setelah itu, anjing-anjing itu duduk diam, menunggu perintah selanjutnya. Tidak lama kemudian banyak anak panah berjatuhan dari atas pohon dan mengenai anjing-anjing tersebut. Pada saat itu anjing-anjing itu melihat bhikkhu yang mereka kejar masih berada di atas pohon, mereka lalu berpikir, “Wah, kita memakan majikan sendiri!”.
Menyadari hal tersebut, anjing-anjing itu lari tunggang langgang. Bhikkhu itu amat kaget dan bingung melihat apa yang terjadi di bawah pohon, lalu ia berpikir, “Pemburu itu kehilangan nyawanya karena jubah saya jatuh dan menutupinya, apakah kesucian saya tidak ternoda?”. Pikiran bhikkhu itu berkecamuk, kemudian ia turun dari pohon. Bikkhu pergi menemui Sang Buddha dan menceritakan seluruh kejadian yang dialaminya. Bhikkhu itu mengatakan bahwa “semua itu terjadi karena jubahnya”, sehingga pemburu itu kehilangan nyawanya, apakah kesucian saya tidak ternoda? Apakah saya tetap dapat mempertahankan kesucian saya?”
Setelah Sang Buddha mendengar seluruh cerita itu, Beliau menjawab: “Bhikkhu, kesucianmu tidak ternoda, kamu tetap suci, barang siapa yang berniat melukai orang lain yang tidak bersalah, ia akan menerima hukumannya. Lagi pula, hal seperti ini bukan yang pertama kalinya ia lakukan. Pada kehidupannya yang terdahulu, ia juga berniat melukai orang yang tidak bersalah dan menerima hukumannya”. Sang Buddha lalu bercerita: “Pada kehidupannya yang terdahulu, ia adalah seorang tabib yang berkeliling desa untuk mencari pasien. Pada hari itu, tidak ada seorang pasien pun yang datang padanya. Rasa lapar yang menyelimuti perut akhirnya membuatnya keluar dari desa. Di pintu gerbang desa, ia melihat anak-anak yang sedang bermain. Segera timbul pikiran jahatnya, “Saya akan membawa seekor ular dan akan saya biarkan ular itu menggigit salah satu anak itu, sehinga ia terluka. Lalu saya obati, sehingga saya memperoleh uang untuk membeli makanan.” Lalu ia mencari seekor ular dan meletakkannya di lubang pohon dekat tempat anak-anak bermain. Kepala ular menyembul keluar dari lubang pohon, lalu ia berkata kepada anak-anak: “Anak-anak, lihatlah ada seekor burung Salika, tangkaplah.” Salah seorang anak segera memegang leher ular itu erat-erat, dan menariknya keluar dari lubang pohon. Tetapi, ketika ia melihat yang dipegangnya itu ternyata seekor ular, ia menjerit ketakutan, berteriak-teriak lalu melempar ular itu ke atas. Ternyata ular itu jatuhtepat di atas kepala tabib itu. Segera ular itu membelit leher si tabib dan menggigitnya keras-keras, akhirnya tabib itu mati. “Jadi”, kata Sang Buddha, “dalam kehidupannya yang terdahulu, pemburu Koka berniat melukai orang yang tidak bersalah dan ia memperoleh hukumannya”. Sang Buddha lalu mengucapkan syair:
“Barang siapa yang berbuat jahat terhadap orang baik, orang suci dan orang yang tidak
bersalah maka kejahatan akan berbalik menimpa orang bodoh itu bagaikan debu yang
dilempar melawan angin”. (Dhammapada 10)
1. ......................................
Berdasarkan hasil bacaan dan pengamatanmu terhadap gambar dan teks bacaan diatas, diskusikan bersama orang tuamu untuk:
- Mencatat informasi penting apa saja yang kamu dapatkan dalam gambar/video dan bacaan di atas.
- Buatlah pertanyaan mencari tahu hal-hal yang masih belum jelas, atau hal-hal yang belum kamu pahami atas gambar dan teks bacaan di atas.
- Carilah informasi dari buku dan sumber lainnya untuk menjawab pertanyaan yang sudah kamu buat.
- Satukan pendapat dan jawaban kamu menjadi sebuah kesimpulan.
- Sampaikan hasil diskusi di depan kelas pada pelajaran saat masuk kelak.
π Mengkomunikasikan
Ayo, ceritakan perumpaan kayu dan gitar yang pernah terjadi di lingkungan sekitarmu!
Sampaikan pendapatmu:
1. Apa yang menarik perhatianmu?
2. Apa yang kamu lihat?
3. Apa yang bisa kamu lakukan?4. Keteladanan apa yang perlu ditiru?
5. Apa pesan moral yang kamu dapat?
No comments:
Post a Comment